Sebenarnya sih, ini ga mau tak muat di blog, tapi kok si
blog lama nganggur ya. Akhirnya, ya sudahlah. Sekalian kalau ada yang mau ngasih
masukan atau bahan perenungan, terutama si maulidajugaalfi. Bahasa yang digunakan masih formal banget.
Yailah...kan ini salah satu bagian dari skripsi aye he...
Menurut
Sutopo (2011) peran mata pelajaran Fisika dalam pendidikan karakter melalui
pembelajaran dapat diwujudkan melalui
beberapa hal :
1)
Penanaman nilai agama dan
keTuhanan
Menurut
Hindarto (2010:13) dalam pembelajaran Fisika jangan sampai menimbulkan persepsi
bahwa Fisikawan yang mengatur alam semesta ini dengan hukum-hukumnya dan
beranggapan bahwa masalah agama dan sains saling bertentangan.
Ada
beberapa nilai keagamaan yang dapat disisipkan dalam proses pembelajaran Fisika
yaitu :
a) Kesadaran akan
keteraturan alam dan rasa takjub akan kebesaran Tuhan.
Salah
satu cara yang bisa ditempuh oleh guru adalah senantiasa mengajak siswa untuk
melakukan refleksi (perenungan) terhadap keteraturan alam dan keagungan Tuhan
Sang Pencipta Alam dalam berbagai kesempatan. Misalnya ketika mempelajari efek
fotolistrik. Elektron pada logam yang ditembak dengan gelombang elektromagnetik
tidak akan lepas dan bergerak jika frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut
lebih kecil dari frekuensi ambang elektron. Elektron hanya akan terlepas dari
logam jika frekuensi gelombang elektromagnetik lebih besar dari frekunsi
ambang. Refleksi yang bisa diberikan adalah: Tuhan adalah sang Maha Pencipta
dan Maha Teliti bahkan benda mikropun
berada dalam pengaturannya.
b) Ketaatan atau ketaqwaan
kepada Tuhan
Pelajaran
Fisika berpotensi mengingatkan guru dan siswa, bahkan mampu mendorong
meningkatkan ketaqwaan itu. Jika guru dan siswa sering melakukan refleksi: jika
benda-benda objek penyelidikan Fisika saja (yang tidak dituntut
pertangungjawaban) selalu taat terhadap ketentuan yang diberlakukan kepadanya,
maka betapa bodoh/sombongnya manusia yang tidak mau taat pada Tuhan, padahal
kelak mereka pasti dituntut pertanggungjawaban, maka mereka sangat mungkin akan
terdorong untuk lebih meningkatkan ketaqwaannya kepada Tuhan.
2) Penanaman
akhlak mulia
Pelajaran Fisika
digunakan untuk memupuk akhlak mulia yang berkaitan dengan aspek interpersonal
dan aspek intrapersonal. Interpersonal merupakan sebuah interaksi antara
seseorang dengan orang lain misalnya peduli dan mencoba memahami perasaan orang
lain, sedangkan intrapersonal merupakan sebuah interaksi seseorang dengan
dirinya sendiri misalnya rasa ingin tahu, cermat, dan sebagainya. Pelajaran Fisika dapat mengembangakan
karakter-karakter tersebut melalui pemahaman dan akuisisi (perolehan melalui
praktik). Akuisisi nilai interpersonal dan intrapersonal dapat difasilitasi
dengan kerja laboratorium atau melalui pembelajaran inkuiri. Melaui kerja lab
peserta didik mampu bekerja sama secara cermat, teliti, dan sistematis. Melalui
pembelajaran inkuri dapat membuat peserta didik dapat menggunakan cara berfikir
logis dan kritis serta mempertimbangkan alternatif-alternatif penjelasan.
3)
Menumbuhkan dan
mengembangkan sifat taat asas
Kemampuan menggunakan logika taat asas merupakan salah
satu dari delapan kemampuan generik yang dapat dikembangkan melalui Fisika.
Saat memperlajari hukum atau teori Fisika guru perlu menyadarkan bahwa setiap
teori dan hukum Fisika mempunyai batasan keberlakuan baik dalam konteks maupun
kondisi yang dipersyaratkan.
Koes H (2012) menyebutkan bahwa
pendidikan Fisika dapat berperan dalam membangun (sebagian) karakter. Tiga
aspek dalam pendidikan Fisika yang memuat unsur-unsur karakter, yaitu: unsur
karakter yang termuat dalam bidang Fisika dan profil Fisikawan, kurikulum
Fisika dari tingkat SD/MI sampai perguruan tinggi, dan interaksi pola
pembelajaran Fisika. Unsur karakter yang temuat dalam Fisika dan kegiatan
fisikawan antara lain:
1) Kejujuran
Ketidak
jujuran dalam Fisika akan disambut dengan kekecewaan yang luar biasa. Bukan
karena fisikawan merupakan profesi yang lebih bijaksana daripada profesi yang
lainya, tetapi karena kejujuran lebih penting dalam bekerja di bidang Fisika.
Kejujuran dalam Fisika dipertimbangkan sebagai nilai ilmiah yang penting.
2) Keingintahuan
Keingintahuan
dalam konteks ini merupakan hasrat untuk mengetahui lebih tentang alam.
Fisikawan selalu mempertimbangkan untuk belajar lebih tentang alam menjadi kebaikan
yang positif.
3) Ketakberpihakan
Hasil
atau gagasan ilmiah pada akhirnya harus didasarkan pada bukti, yakni pengamatan
dan eksperimen. Jika sejumlah bukti bertentangan dengan keyakinan kita, maka
kita harus meninggalkan keyakinan kita. Kesediaan merubah pemikiran yang
didasarkan pada bukti merupakan nilai dasar Fisika.
4) Keberanian
Salah
satu kualitas manusia yang penting dalam Fisika adalah keberanian. Jika kita
menempatkan keberanian dalam bentuk kemuauan untuk mempertanyakan kebijakan
konvensional, kita sedang menuju ide penting untuk mempertanyakan segala
sesuatu merupakan nilai dasar yang melandasi pemikiran dalam Fisika. Kebaranian
ilmuan Fisika modern dalam menyampaikan hipotesis yang berbeda secara radikal
untuk menjelaskan data merupakan tindakan yang berani. Tidak jarang ilmuan yang
mengusulkan ide-ide baru akan dijauhi, dikira gila, atau ditolak.
5) Pemecahan masalah dan
pikiran manusia
Berpikir
dalam Fisika sering diasosiasikan dengan kreativitas dan pemecahan masalah.
Keduanya merupakan aspek penting dalam Fisika dan haruslah merupakan tujuan
utama kurikulum Fisika. Beberapa ciri orang kreatif adalah: inovatif, berani
mengambil resiko, mengajukan pertanyaan, penjelajah yang tidak mengenal rasa
takut, gigih, bermotivasi tinggi, berfikir dalam imajinasi, bermain-main dengan
ide, dan mentoleransi keracunan dan antisipatif.
6) Kemanusiaan
Ketika
masyarakat mengakui pentingnya kualitas pemikiran semacam kemandirian berpikir,
keaslian ide, kebebasan berpikir, atau perbedaan pemikiran pengakuan tersebut
meningkatkan kualitas pemikiran menjadi nilai-nilai sosial. Sebagai nilai-nilai
sosial kualitas pemikiran diberi perlindungan khusus lewat hukum-hukum yang
mengatur perilaku masyarakat. Fisika merupakan aktivitas manusia yang menjujung
tinggi kualitas pemikiran, nilai-nilai tertentu harus memandu kerja fisikawan.
Kerja Fisika didasarkan pada pencarian kebenaran.
7) Demokrasi
Fisika
dapat dikaji melalui eksplorasi yang melibatkan nilai-nilai kemandirian,
kebebasan, hak untuk berbeda, dan toleransi. Suatu lingkungan demokratis
ide-ide lama dapat dilawan dan dikritik secara tajam, meskipun perlawanan
tersebut menemui berbagai kesulitan karena pencetus ide-ide lama dan
penganutnya berkeinginan untuk menjaganya. Nilai-nilai yang merupakan prinsip
dasar demokrasi juga merupakan prinsip-prinsip penting dalam eksplorasi ilmiah.
Misalnya ketika Rutherford menyampaikan kebenaran ilmiah dan berbeda pendapat
dengan gurunya JJ Thomson, dan Rutherfordpun menerima ketika teorinya dikoreksi
dan dilengkapai oleh Neils Bohr, merupakan sebuah contoh keterbukaan dan
demokratis yang dilakukan oleh Fisikawan.
Menurut Koes H (2012) membagun
karakter melalui pendidikan Fisika, pendidik harus melakukan segala sesuatu
agar mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik harus mampu membentuk
karakter peserta didik sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh Fisika.
Cara sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan keteladanan dengan
mendemonstrasikan perilaku yang berkarakter baik dalam pembelajaran.
Menurut Matta (2006) membangun
dan mengembangkan karakter dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah
pengetahuan. Mahasiswa harus mengetahui karakter yang baik dan yang tidak baik
beserta alasannya. Tahap kedua pengembangan karakter adalah pelaksanaan, agar dapat
mengaktualisasikan pengetahuan. Tahap ketiga pengembangan karakter adalah
kebiasaan.
Membangun dan mengembangkan karakter melalui
pendidikan Fisika tidak berhenti sampai pada ranah kognitif tetapi harus
dilanjutkan sampai pada penghayatan nilai-nilai karakter dalam ranah afektif.
Supriyono Koes H (2012) mengungkapkan penelitian dari Solomon, Watson dan
Battistich pada tahun 2011 yang menyebutkan bahwa ada empat praktik yang mampu
meningkatkan pengembanan karakter, yaitu: (1) meningkatkan otonomi siswa; (2)
partisipasi, diskusi, dan kolaborasi; (3) pelatihan ketrampilan sosial;
membantu pelayanan sosial.