Negeri tembakau tersapa dingin lereng Sindoro-Sumbing.
Masyarakat bersiap, bergegas menuju tempat berkumpulnya segala rapalan doa
tentang hasil panen tahun ini. Lapangan sudah manis berhias umbul-umul
menjulang. Rigen dalam ukuran jumbo mulai menatap langit. Berjajar rapi mewakili
13 desa dari Kecamatan Kledung. Siap diarak ke tempat indah penuh eksotisme, Rest Area Kledung. Tetabuhan mulai terdengar sebagai penanda kehadiran berbagai
macam kelompok kesenian.
Wangi makanan khas Temanggungan sudah mulai menggoda lambung
untuk melakukan gerak peristaltic lebih dari biasanya. Selain 13 rigen raksasa,
tersaji pula 13 tumpeng dari 13 desa. Mereka semua berkumpul memiliki satu
tujuan, mengajukan permohonan kepada Tuhan agar panen tembakau tahun ini baik
dan mempunyai daya jual. Doa akan dipimpin oleh pemuka agama yang mereka
percaya. Begitulah tradisi dari warga diantara dua gunung itu setiap tahunnya.
Mereka menyebut ritual mereka dengan ruwat rigen. Rigen merupakan sebutan dari
tempat yang digunakan untuk menjemur rajangan tembakau.
Tradisi tahunan di Kabupaten Temanggung ini dibalut dalam
satu kegiatan yang bernama Festival Kledung. Selain melakukan ruwat rigen ada
juga pentas kesenian dan lomba kuliner dari 20 kecamatan di Temanggung. Pelaksanaan
ruwat rigen pada tanggal 31 Mei, bertepatan dengan hari anti Tembakau
Internasional. Bagi masyarakat Temanggung, tembakau merupakan berkah dari Tuhan. Hari
anti Tembakau Internasional memberikan cidera kepada petani di sana. Begitu
lekatnya antara tembakau dan Temanggung.