Ingat ya, Gaes.. ini baru mengkaji satu paragraf dari buku beliau yang berisi tiga kalimat. Tapi dijamin kalian akan menemukan sesuatu yang sangat luar biasa. Sebagai informasi, kajian ini dilakukan oleh Isnan Hidayat, M.Psi founder petakhidupan.id dalam Ngaji Ki Hadjar yang diselenggarakan Yayasan Fi Ahsani Taqwim Temanggung.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara baru-baru ini memang sedang hits dikalangan pendidik. Pasalnya implementasi kurkulum Merdeka Belajar konon merupakan hasil dari pengkajian yang dilakukan terhadap pemikiran beliau. Hanya saja terkadang kita terjebak pada hasil pemikiran dan pengkajian orang lain yang di ambil secara parsial. Jarang sekali atau bahkan tidak pernah mencoba mencari tahu sebenarnya pokok pikiran dari sang tokoh seperti apa sih? Kita memang lebih suka menerima hal yang instan dan sudah jadi dengan tanpa peduli sebenarnya bahan olahan pemikiran ini seperti apa lalu kita kompletasikan apakah sesuai atau tida dengan pemikiran utamanya (berasa belibet gw).
Cukup bersyukur Allah memberikan kesempatan mengikuti kajian pemikiran ki Hadjar ini. Belajar langsung dari teksnya kemudian mencoba diterjemahkan kata per kata. Kalau disimpulkan dari kata Isnan sih, dengan mengkaji pemikiran beliau secara langsung akan membuktikan apakah termasuk para pendidik yang berkhianat kepada pemikiran Ki Hadjar Dewantara atau tidak?
MENGENAL KI HADJAR DEWANTARA
Sebelum membahas mengenai pemikiran dari beliau, para peserta pada kajian tersebut diajak untuk terlebih dahulu mengenal siapa Ki Hadjar dengan fokus mengenal transformasi aktivitas yang beliau ambil. Pada mulanya Ki Hadjar Dewantara adalah seorang aktivis sosial. Beliau yang merupakan keturunan ningrat, pada jaman itu memiliki akses untuk sekolah. Akan tetapi, KI Hajdar muda merasa bahwa harus ada yang dilakukan untuk menyelesaikannya.
Setelah menjadi aktivis sosial, beliau merasa bahwa perlu melakukan advokasi secara politik kepada masyarakat. Maka pada periode ini banyak terlibat aktif dalam partai politik dan memberikan kritik tajam kepada pemerintahan Belanda. Hingga akhirnya diasingkan oleh Belanda karena ketajaman tulisannya dalam memberikan kritik. Sepulang dari tempat isolasi di Belanda, Ki Hadjar Dewantara menjadi sosok yang pendiam dan lebih suka menghabiskan waktu untuk membaca atau berada di diskusi-diskusi ilmiah. Pada periode ini beliau sampai pada satu kesimpulan bahawa pendidikan adalah hal urgen yang harus diperjuangkan.
Bukan berarti kita menafikkan aktivitas lainnya, akan tetapi seluruh substansi yang ada pada aktivitas sosial atau politik tetap memiliki unsur pendidikan disana. Kalau mau lengkap boleh cek sinopsis novel Biografi Ki Hadjar di tulisan ini
KARYA KI HADJAR DEWANTARA
Beliau tidak pernah menulis buku sebagaimana orang jaman sekarang melakukannya. Bukunya merupakan kumpulan artikel. Setidaknya ada 4 (empat) buku yang merupakan kumpulan artikel dari beliau.
1. Pendidikan
Berisi gagasan dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam bidang pendidikan di
antaranya tentang hal ihwal Pendidikan Nasional. Tri Pusat Pendidikan, Pendidikan
KanakKanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan Etika, Pendidikan dan Kesusilaan.
2. Kebudayaan
Berisi gagasan mengenai kebudayaan dan kesenian di antaranya: Asosiasi Antara
Barat dan Timur, Pembangunan Kebudayaan Nasional, Perkembangan Kebudayaan di
Jaman Merdeka, Kebudayaan nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Kesenian
Daerah dalam Persatuan Indonesia, Islam dan Kebudayaan, Ajaran Pancasila dan lainlain.
3. Politik dan Kemasyarakatan
Berisi gagasan mengenai dinamika politik antara tahun 1913-1922 yang
menggegerkan dunia imperialis Belanda, tulisan-tulisan mengenai pergerakan wanita,
pemuda, dan dan perjuangannya.
4. Riwayat Hidup
Berisi kisah kehidupan dan perjuangan hidup Ki Hadjar Dewantara.
Untuk buku ke-3 dan ke-4 sudah sangat langka karena tidak diterbitkan lagi.
KAJIAN SATU PARAGRAF
Teks asli yang akan kita bahas adalah sebagai berikut :
Pendidikan dan Pengajaran Nasional
I. ONDERWIJS DAN PENGHIDUPAN RAKYAT.
1. “Kekuatan rakyat itulah jumlah kekuatan tiaptiap anggauta dari rakyat itu. Segala daya upaya
untuk menjunjung derajat bangsa tak akan
berhasil, kalau tidak dimulai dari bawah.
Sebaliknya rakyat yang sudah kuat, akan pandai
melakukan segala usaha yang perlu atau berguna
untuk kemakmuran negeri.”
Sebelum membahas kata per kata, ada baiknya kita mengetahui glosarium yang merupakan pemikiran otentik Ki Hadjar Dewantara
1. Pendidikan : segala sesuatu yang dilaksanakan untuk mencapai
kondisi kemerdekaan batin
2. Pengajaran : segala sesuatu yang dilaksanakan untuk mencapai
kondisi kemerdekaan lahir
3. Onderwijs : pendidikan (terjemah bahasa Belanda)
4. Penghidupan rakyat : berbagai usaha yang diperlukan untuk dapat
membuat seseorang hidup dengan layak, dapat berarti secara teknis
berupa mata pencaharian, pekerjaan, maupun aktivitas vocationaloccupational (misal dalam potongan UUD 1945 “penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”).
Dari glosarium di atas kita dapat melihat bahwa Ki Hadjar Dewantara telah menyiapkan perangkat
berbeda untuk menuju kemerdekaan lahir dan kemerdekaan batin. Perlu menjadi evaluasi bagi seluruh pendidik atau pemimpin lembaha pendidika mengenai apa yang selama ini sudah kita lakukan. Jangan-jangan apa-apa yang
sekarang kita lakukan masih sebatas pengajaran. Apabila benar-benar melakukan pendidikan kepada peserta didik maka saat ini akan disibukkan dengan evaluasi dalam rangka mengecek ketercapaian kemerdekaan batin. Akan merasa gelisah karena bertanya-tanya apakah peserta didik sudah merasa merdeka batinnya.
Okay, mari mulai membahas kalimat demi kalimat.
Pertama, Kekuatan
rakyat itulah jumlah kekuatan tiaptiap anggauta dari rakyat itu
Rakyat yang dimaksudkan disini adalah membicarakan mengenai masyarakat yang ada di sekitar lembaga pendidikan. Seharusnya kelahiran sebuah lembaga pendidikan adalah sebuah upaya untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada pada masyarakat sekitar lembaga tersebut berdiri. Memetakan potensi baik peserta didik, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar. Lembaga pendidikan harus tumbuh subur bersama dengan masyarakat sekitarnya. Anak didik tidak kita keluarkan dari lingkungan masyarakatnya akan tetapi biarkan dia berbaur dengan masyarakat. Dalam konsep Ki Hadjar tidak ada anak yang kita masukkan ke dalam laboratorium "sholih" baru kemudian setelah jadi produknya kita sebar ke masyarakat. Bisa jadi dengan model memasukkan anak ke dalam laboratorium ini akan membuat mereka sempurna tetapi tercabut dari akar sosialnya.
Kedua, Segala daya
upaya untuk menjunjung derajat bangsa tak akan berhasil, kalau tidak dimulai
dari bawah
Dari bawah maksudnya adalah masyarakat dan peserta didik. Segala daya dan upaya dalam proses pendidikan tidak akan berhasil apabila tidak dimulai dari permasalahan yang dihadapi masyarakat, peserta didik, orang tua. Ketiga komponen ini pasti memiliki potensi, masalah, dan juga harapan. Hal-hal tersebut kemudian yang akan digunakan dalam menyusun kurikulum dan strategi pembelajaran. Bukan hanya sekadar menerima kebijakan dari atas kemudian dilakukan selama beberapa kurun waktu dan memberikan feedback. Maka, jika ingin mendirikan sebuah sekolah atau membuat kurikulum bukan membreakdown dari apa yang sudah ada. Melainkan, menyebarlah dan berbaurlah ke segala penjuru masyarakat (Orang tua wali dan tokoh masyarakat) kemudian berkumpul dan mendiskusikan apa saja temuan yang didapatkan baru kemudian dirumuskan. Ini bukan hanya sekadar sub bagian kearifan lokal akan tetapi kearifan lokal menjadi bintang dalam pembuatan kurikulum.
Setiap lembaga pendidikan perlu melakukan pengecekan dan melihat data alumni sekolah sejaka awal berdiri sampai saat ini. Bagaimana profilingnya sekarang. Pastikan ada data mengenai biodata siswa, nama orang tua, raport, hasil tes psikologi, prestasi yang dicapai, permasalahan yang dihadapi, lalu kondisi eksisting sekarang. Catatan ini dapat menjadi bagian dari inspirasi dalam menyusun kurikulum di sekolah.
Ketiga, Sebaliknya
rakyat yang sudah kuat, akan pandai melakukan segala usaha yang perlu atau
berguna untuk kemakmuran negeri
Pengawalan data yang dilakukan akan melahirkan standart treatment bagi anak-anak. Saat masyarakat sudah terdidik dengan baik, merdeka lahir dan batinnya maka dia akan melakukan banyak hal untuk Indonesia.
PEMAKNAAN FILOSOFIS
1. Keberhasilan pendidikan tidak dapat dilihat sebagai keberhasilan individu, tetapi terciptanya kekuatan rakyat secara kolektif. Seorang siswa dianggap sebagai siswa teladan apabila dia sudah dapat memenangkan diri secara kolektif. Misalnya, pada jenjang PAUD, pendidikan dianggap berhasil jika anak tersebut mau berbagi.
2. Bukanlah sebuah kesuksesan jika seorang yang dididik tidak memiliki kepekaan sosial. Untuk apa dia bagus secara akademik tetapi tidak memiliki kepedulian untuk mengangkat yang ada di kiri dan kanannya. Contoh praktis adalah dengan mendeteksi potensi yang dimiliki oleh peserta didik kemudian di korespondensikan satu-satu dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sehingga nanti akan kita temukan data anak dengan potensi apa akan menyelesaikan masalah apa di masa depan. Dengan pendidikan dalam konsep Ki Hadjar Dewantara, anak akan semakin kuat seiring dengan pertumbuhan dari masyarakat sekitarnya. Kehadiran lembaga pendidikan adalah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh lingkungan sekitarnya.
3. Kekuatan rakyat yang dituju oleh pendidikan ini bersifat kolektif sehingga dalam standar proses pendidikan-nya pun nilai-nilai inklusivitas, kolaborasi, & kebersamaan sangat penting untuk menjadi acuan. Salah satu bentuk kegagalan paling berbahaya dalam proses pendidikan adalah kemunculan ketimpangan kondisi peserta didik karena adanya proses pembiaran & pengabaian. Bahwa kesuksesan pencapaian individu atau kelompok yang berada di atas ambang kondisi ketimpangan suatu saat akan menciptakan masalah yang sangat besar di kelak kemudian hari, disadari atau tidak disadari. Terkadang kita dihadapka atas dua pilihan keadaan. Si A akademik di atas rata-rata tetapi tidak bisa berbagi/cuek dengan sekitarnya atau memilih si B yang secara akademik biasa tetapi memiliki empati yang tinggi dan suka berbagi. Sebagian besar guru pasti tidak akan mengkhawatirkan si A karena dia cerdas, dan berfikir bahwa suatu saat nanti semakin besar dia akan belajar untuk berempati. Padahal ini adalah bibit-bibit awal untuk lahirnya anak yang tidak mampu berkolaborasi dan bekerjasama. Hari ini kita menemui semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang malah semakin lebar gap antara dia denan rakyatnya.
4. Salah satu ciri khas yang paling natural dari konsep pendidikan di Indonesia adalah perhatian dan keberpihakannya kepada grass-root movement yang senantiasa mengakomodasi bottom-up processing. Grass-root movement dapat diartikan sebagai sebuah proses pergerakan yang mandiri, bersifat kultural, dan tidak tergantung dengan regulasi atau struktur baku dalam pencapaian tujuan bersamanya. Bottom-up processing adalah sebuah proses sosial dalam mengakomodasi profil kondisi setiap individu, memetakan kebutuhan berdasarkan profil kondisi tersebut, kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana strategis yang didasarkan atas peta kebutuhan yang riil.
5. Salah satu fungsi pokok dari pendidikan nasional adalah penguatan dan pencerdasan bangsa bagi setiap warga negara. Penguatan diartikan sebagai daya-kekuatan untuk melaksanakan kewajiban, membangun masyarakat, dan memperbaiki keadaan (keluasan – kedalaman – ketinggian). Pencerdasan diartikan sebagai kapasitas dalam menentukan arah pergerakan, pembangunan, dan perbaikan kondisi berdasarkan prioritas kebutuhan yang dihadapi.
6. Kekuatan dan kecerdasan dari rakyat semesta adalah rahim bagi kelahiran pribadi pemimpin, kebijaksanaan sistem kepemimpinan, dan kebermanfaatan program pembangunan masyarakat. Salah satu keniscayaan dalam usaha untuk mengisi kemerdekaan NKRI adalah yang paling penting adalah adanya proses penguatan berupa keberpihakan pada people development dan proses pencerdasan berupa keberpihakan pada dukungan untuk bercita-cita. Seluruh usaha pencerdasan dan penguatan melalui pendidikan harus dilakukan secara berintegritas untuk advokasi kepentingan rakyat
REKOMENDASI IMPLEMENTASI
1. Salah satu model pembelajaran yang sangat penting untuk
dikenalkan pada setiap lembaga pendidikan adalah berupa
problem-based learning & project-based learning yang
menginteraksikan peserta didik langsung dengan problem
riil di masyarakat. Hal ini dilakukan dalam usaha menghindari mencabut peserta didik dari akar sosial-masyarakatnya
2. Perlunya pengembangan sistem pelaporan (rapor) yang di
satu sisi mampu menunjukkan prestasi dan pencapaian
peserta didik namun di sisi lain tetap perlu mengapresiasi
proses yang dilalui sepanjang jenjang pendidikan.
3. Substansi program pendidikan inklusi perlu terus
dikampanyekan tidak hanya spesifik dalam hal
penanganan ABK tetapi juga terkait kolaborasi lintas
elemen, penghargaan terhadap perbedaan, dan kampanye
anti-bullying yang sangat serius.
4. Setiap pihak dalam lembaga pendidikan perlu memberikan dukungan,
advokasi, dan perlindungan terhadap pergerakan & dinamika yang
muncul secara alamiah untuk memajukan & memperbaiki kondisi
lembaga
5. Salah satu kompetensi paling pokok yang perlu dikembangkan dalam
pengelolaan lembaga pendidikan adalah listening skill yang diperlukan
dalam menangkap berbagai pertanda, pola-pola keluhan, dan peta
permasalahan guna dicarikan solusinya.
6. Setiap lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam menyusun
profil peserta didik, pemetaan potensi & kelemahan, dan perencanaan
program strategis dalam pengelolaan SDM
7. Diperlukannya proses capacity building yang sangat serius bagi seluruh
pendidik untuk bisa menguasai coaching skill dalam mendampingi
peserta didik menentukan cita-cita dan arah pengembangan dirinya.
8. Masa-masa kelas XII SMTA merupakan sebuah momentum sekaligus
check-point bagi kematangan diri peserta didik. Ini adalah masa yang
penting untuk mengecek kualitas dari proposal hidup & rencana
program pengembangan diri. Seminimalnya setiap peserta didik di
tahapan ini telah memiliki sebuah life mapping yang berisi apa –
mengapa – kapan – dengan cara apa – dibantu oleh siapa dalam
perumusan cita-citanya. Ingat pada akhir kelas XII ini bukan sebagai awal peserta didik membuat tujuan hidup, tetapi tahap memastikan kematangan mereka. Setiap lembaga pendidikan harus memastikan peserta didik memiliki cita-cita yang ingin diraih. Untuk apa anak cerdas secara akademik, hafalan Al Qur'an mantap, akhaq bagus, tetapi mereka tidak memiliki cita-cita. Menurut penelitian di Chili selama 13 tahun dengan object anak SD ditemukan bahwa mereka yang akhirnya sukses bukan yang memiliki akademin bagus, melainkan anak-anak yang memiliki cita-cita kemudian mereka gigih untuk mewujudkannya.
8. Salah satu tolok ukur kualitas dari lembaga pendidikan adalah sejauh
mana keberpihakannya pada proses people development.
9. Setiap lembaga pendidikan perlu mengembangkan added value yang
unik, spesifik, dan tepat sasaran berdasarkan sintesis antara profil
kondisi peserta didik yang dimiliki dengan visi lembaga.
10. Salah satu usaha serius yang perlu dilakukan oleh setiap lembaga guna
mengevaluasi kinerjanya adalah dengan melakukan proses tracer study
alumni yang berusaha mengumpulkan feedback, evaluasi, testimoni,
sekaligus rekomendasi pengembangan dari alumni.
Demikian kajian satu paragraf pemikiran Ki Hadjar Dewantara, semoga di lain kesempatan dapat menuliskan ulang hasil kajian paragraf berikutnya dari Kak Isnan hihi. Ga mau mengkaji sendiri? Semoga suatu hari nanti dimampukan melakukannya. Katanya yang penting khatam dulu baca bukunya lalu nanti biarkan Allah memberikan rizki untuk memahami maknanya.