Saat anak bermasalah dengan teman di sekolah |
Naluri seorang ibu adalah melindungi anaknya. Bahkan ada kalimat ajaib yang harus saya amini, segalak-galaknya seorang ibu tetap akan marah saat anaknya dimarahi orang lain meski itu adalah ayahnya. Lalu bagaimana jika ternyata yang "menyakiti" adalah anak seusianya? Bukan hanya kekerasan verbal akan tetapi juga kekerasan fisik? Berikut beberapa langkah yang dapat diambil.
Kelola Emosi Pertama
Hal yang harus ditunjukkan ketika mendengar cerita anak tentang masalah dengan temannya adalah dengan mengelola emosi dengan baik. Kalau saya secara pribadi jatohnya bukan ingin marah, tapi sedih. Pada masa seperti ini kita akan menyadari bahwa penjagaan ibu terhadap anaknya berbatas. Tetapi, penjagaan Allah tidak berbatas. Bahasa keimanan haruslah menjadi bahasa pertama yang menanggapi peristiwa ini. Pada saat anak kita bermain kemudian temannya menyakiti, pada saat itu juga Allah sedang mengingatkan bahwa di masa depan mungkin akan ada. Sikap kita akan menentukan bagaimana psikis anak dalam menghadapi masalah. Apabila orang tua reaksioner kemudian membela dengan membabi buta bisa jadi kedepan sang anak akan selalu mencari perlindungan ibunya. Padahal, usia manusia tidak pernah tahu. Sebagai orang tua harus dapat menyiapkan anaknya memiliki kemampuan bertahan hidup. Mampu untuk hidup sendiri dan mengambil sikap serta keputusan terhadap hal yang dihadapi. Jika sudah selesai dengan konsep ini dapat lanjut ke step selanjutnya untuk mendegarkan cerita lengkap si anak.
Dengarkan cerita lengkap dari si anak
Kita perlu mendengar secara utuh cerita anak agar dapat menangkap benang merah. Tidak akan pernah ada asap jika tidak ada api. Permasalahan yang muncul pasti memiliki pemicu. Sebelum mendapatkan cerita lengkap jangan menghakimi terlebih dahulu. Usahakan agar tetap bersikap objektif dalam memandang permasalahan. Ketika anak kita mau menceritakan 'hal buruk' yang menimpanya, posisikan bahwa ada kemungkinan dia juga salah. Maka, perlu melakukan klarifikasi kebenaran cerita sang anak. Bukan bermaksud tidak percaya dengan cerita anak, bisa jadi persepsi anak mengenai kejadian tersebut salah, bukan? Saat kita langsung mengungkapkan, "Wah iya temennya salah tuh, Jagan main sama dia lagi, ya?" Tanpa menggali akar masalah itu adalah salah.
Menyampaikan Hikmah
Kita perlu menjelaskan, terkadang respon seseorang itu muncul karena kita yang salah memperlakukan. Semua hal baik tidak bisa dipaksakan diterima sebagai kebaikan selama kita salah dalam menyampaikan. Ajak dia untuk mengambil pelajaran dari apa yang baru saja dia alami. Jadi, ceritanya beberapa waktu yang lalu Tabina cerita kalau ada temannya yang memukul kepala dengan mainan balok kayu. Kemudian dia menangis karena merasa kesakitan. Auto kaget sebenarnya, saya ibunya saja belum pernah mukul anak, eh ini anak orang mukul sembarangan. Sedih juga sih pengen melow gitu. Tetapi, saat minta dia cerita apa yang sebenarnya terjadi. Coba cerita dari awal. Saya menemukan inti permasalahan mereka. Jadi, temen cowok ini suka menarik jilbab anak-anak cewek. Nah, terus my inces bilang ga boleh narik-narik jilbab. Sepertinya dengan intonasi agak tinggi. Nah, mas yang tadi marah deh jadinya mukul. Seketika saya sadar, saya juga punya andil secara tidak langsung. Saat Tabina bercerita tentang kejadian yang sama, menarik jilbab pada hari sebelum kejadian, saya bilang ke dia untuk bilang sama itu mas-mas. "Jangan narik-narik jilbab. Kita bukan muhrim", begitu kira-kira penggalangan pesan saya ke Tabina. Eh di eksekusi beneran sama dia. Dan posisi pada hari dia dipukul dia sedang membela temannya wkwkwk
Instrospeksi Diri
Mengingat sepertinya ada pesan dan nasihat yang salah, revisi nasihatpun akhirnya dilakukan. Kitapun harus fair menilai diri kita. Kesalahan bisa jadi berakar dari kita bersikap atau mengajari anak. Hanya bisa berkata besok kalau temannya nakal diingatkan dengan bahasa yang baik jangan teriak atau marah. Sampaikan dengan bahasa yang ahsan. Berasa mirip ibu Nusa Rara bentar sih pas bilang begitu. Tapi sekaligus instrospeksi diri sejenak. Anak itu copy paste orang tua kan terkadang, bisa jadi respon dia ke teman dengan nada tinggi merupakan dampak dari sikap kita ke anak. Ya Allah, pas itu langsung bilang sih ke Tabina, maaf ya Bin tidak bisa seperti Umma nya Nusa dan Rara. Yang selalu sabar dan mengeluarkan petuah bijak atas perilaku ajaib anak-anaknya. Berarti ketika hal tersebut (red: mengalami masalah dengan teman) menimpa anak, maka kita butuh instrospeksi diri. Siapa tahu selama ini ada yang salah dari cara kita mentreatment anak.
Bersikap Objektif dan Adil
Wahai diri, tetaplah bersikap adil dala memandang masalah yang di alami oleh anakmu. Jangan sampai karena besarnya rasa cintamu membuat pembelaan tak mendasar dan mengkebiri keadilan. Semua manusia berpotensi salah pun dengan anak kita dan diri kita.
Membangun komunikasi positif dengan guru
Btw, ga nyalahin gurunya, nih? Entah mengapa hal itu tidak terlintas. Bahkan membuat asumsi bahwa guru lalai pun tak sempat. Mungkin karena sudah ada rasa percaya kepada pihak sekolah. Yakali, pas mau menyekolahkan anak kan sudah menimbang-nimbang. Jarak tempuh rumah dan sekolah untuk ukuran anak TK yang jauh saja rela dilakukan pasti sudah banyak pertimbangan. Bukan sebuah keputusan asal. Melihat penampilan guru yang sudah seperti ibu peri mana sempat berfikir kalau itu adalah kelalaian. Guru manapun tidak ingin ada hal buruk menimpa muridnya. Setiap guru di sekolah tersebut pasti sadar bahwa anak bukan hanya sekadar titipan orang tua si anak, melainkan titipan Allah.
Perlu ditanamkan dalam diri, bahwa anak itu sering bertingkah ajaib dan random banget. Bisa jadi hari ini mereka ribut, bertengkar, nangis-nangisa besok udah hahahihi barengan. Anak satu aja singa sudah sering muncul, nah ini para guru TK apa sabarnya nggak berlapis-lapis? Makanya, tidak terbesit untuk menyalakan guru maupun pihak sekolah.
Tentunya rasa yakin dan trust yang muncul karena sudah melihat track record. Maka memilihkan sekolah anak haruslah sudah dikulik dengan baik dan benar. Jangan asal, sekolah adalah salah satu fasilitas orang tua kepada anak yang perlu dipertimbangkan kualitasnya. Hal ini penting untuk melahirkan generasi yang lebih baik. Bagi yang penasaran banget dan pengen tahu sekolah mana sih Tabina? Kok bisa bertemu dengan guru titisan ibu peri? Hubungi saja Novi Astuti, kepala sekolah TKIT Fi Ahsani Taqwim Temanggung. Tanyalah kepada beliau apa saja yang ingin ditanyakan. Memang hari gini sudah pembukaan pendaftaran? Ya, kalau minat banget langsung saja kali bisa inden prematur. Boleh kok kayaknya wkwkwk.
Tugas kita mengarahkan agar anak dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian. Saatnya menanamkan pemaknaan hidup sedari sekarang. Anak-anak hebat tidak lahir dari hasil sulapan tapi melalui panjangnya pembelajaran. Tetaplah membangun komunikasi efektif dengan guru atas apapun yang terjadi. Jangan terlalu cepat menghakimi.