Kabut adalah
titik-titik air yang sangat kecil yang melayang di udara. Titik air tersebut
merupakan hasil kondensasi dari uap air yang terapung di atmosfer dekat
permukaan tanah (kondensasi merupakan proses perubahan bentuk dari zat
padat/gas menjadi cair). Kabut mirip dengan awan, bedanya awan tidak menyentuh
permukaan bumi sedangkan kabut menyentuh permukaan bumi. Biasanya kabut terjadi
di daerah dingin atau dataran tinggi. Namun, di musim hujan seperti ini
biasanya pembentukan kabut cenderung merata, baik di dataran tinggi ataupun
dataran rendah. Hal ini disebabkan oleh kelembaban udara saat hujan lebih
dibandingkan di musim panas serta hawa dingin yang merata di hampir seluruh
wilayah. Menurut istilah yang diakui internasional, kabut adalah embun
yang mengganggu penglihatan hingga kurang dari 1 Km.
Syarat terjadinya kabut adalah bercampurnya udara yang sejuk dengan udara yang lebih hangat sebagai
akibat dari adanya aliran udara. Ketika aliran udara rendah, proses pendinginan uap air
berlangsung di atas permukaan tanah. Saat aliran udara meningkat secara
drastis, poses pendinginan berlangsung di tempat yang tinggi dan membentuk
awan. Pencampuran antar udara dingin dan udara hangat ini dibantu oleh tiupan
angin sehingga membentuk kabut. Jika udara berada di atas
daerah perindustrian, udara itu mungkin juga mengandung asap yang bercampur
kabut membentuk kabut berasap, campuran yang mencekik dan pedas yang
menyebabkan orang terbatuk. Di kota-kota besar, asap pembuangan mobil dan
polutan lainnya mengandung hidrokarbon dan oksida-oksida nitrogen yang dirubah
menjadi kabut berasap fotokimia oleh sinar matahari. Ozon dapat terbentuk di
dalam kabut berasap ini menambah racun lainnya di dalam udara. Kabut berasap
ini mengiritasikan mata dan merusak paru-paru. Seperti hujan asam, kabut
berasap dapat dicegah dengan mengehentikan pencemaran atmosfer.
Kabut
juga dapat terbentuk dari uap air yang berasal dari tanah yang lembab,
tanaman-tanaman, sungai, danau, dan lautan. Uap air ini berkembang dan menjadi
dingin ketika naik ke udara. Udara dapat menahan uap air hanya dalam jumlah
tertentu pada suhu tertentu. Udara pada suhu 30º C dapat mengandung uap air
sebangyak 30 gr uap air per m3, maka udara itu mengandung jumlah maksimum uap
air yang dapat ditahannya. Volume yang sama pada suhu 20º C udara hanya dapat
menahan 17 gr uap air. Sebanyak itulah yang dapat ditahannya pada suhu
tersebut. Nah, udara yang mengandung uap air sebanyak yang dapat dikandungnya
disebut udara jenuh.
Untuk mencapai kejenuhan udara dapat
melalui beberapa proses,yaitu:
1.
Pendinginan Peristiwa pendinginan
suhu udara yang memungkinkan untuk meningkatkan kejenuhan udara di antaranya di
sebabkan karena adanya radiasi di bumi mengalami pedinginan yang berlangsung
sepanjang malam sehingga lapisan udara dekat permukaan tanah akan menjadi lebih
dingin dari lapisan udara di atasnya dan dalam keadaan angin yang lemah,
pendinginan banyak terjadi pada lapisan udara yang tipis, maka karena lapisan
di atasnya lebih panas, mengakibatkan timbulnya suatu inversi permukaan yang
juga tipis.
2.
Adveksi udara secara horizontal
Terjadi bila udara lembab bergerak di atas permukaan laut atau tanah yang lebih
dingin dari suhu udara yang bergerak,maka kejenuhan udara akan naik.
3.
Gerakan vertikal udara Akibat adanya
radiasi matahari yang sangat kuat pada permukaan bumi akan mempengaruhi udara
di atasnya untuk terjadinya proses konveksi. Dengan adanya kenaikan udara akan
terjadi pendinginan udara secara adiabatis, sehingga menaikkan kejenuhan udara
di atmmosfer.
4.
Penambahan uap air Penguapan terjadi
dari permukaan yang panas atau dari permukaan yang dingin. Jika air suhu
cairan(liquid water) lebih tinggi dari suhu udara, maka penguapan akan
berlangsung terus hingga mencapai keseimbangan sehingga tekanan uap jenuh pada
suhu titik embun (ed) sama dengan tekanan uap jenuh pada suhu cair cairan (℮s)
yang ini lebih besar dari tekanan uap jenuh pada suhu udara (℮a) kemudian uap
air berkurang karena berkondensasi pada inti kondensasi dan kabut terbentuk
bila es>ea sedangkan penguapan berhenti pada saat ℮d = ℮s < ℮a. Pada
kondensasi ini atmosfer akan di tambah oleh penguapan butir-butir hujan panas
yang jatuh melalui udara yang dingin sehingga menghasilkan kabut.
Berdasarkan proses terbentuknya kabut dibagi menjadi enam
jenis yaitu:
1.
Kabut Radiasi (Radiation Fog). Terjadi bila udara lembab bersinggungan dengan
permukaan tanah yang lebih dingin akibat radiasi bumi pada malam hari, sehingga
timbul inversi suhu di lapisan dekat permukaan tanah. Kedalaman inverse
tergantung pada besarnya turbuensi. Pada keadaan angin tenang (calm) percampuran turbulensi praktis
sama dengan nol, dan pendinginan yang sangat kuat dibawah lapisan inversi yang
sangat dangkal atau hanya beberapa cm di atas permukaan tanah, mungkin hanya
menghasilkan embun (dew) atau bukan
embun beku (frost). Kondisi udara
pada malam hari yang sangat menguntungkan untuk terbentuknya kabut:
·
anginnya lemah
·
langit cerah atau sedikit berawan
·
Rh yang relatif tinggi (80-100 %)
·
kondisi tanah serta lingkungan
basah.
2.
Kabut Adveksi (Advection Fog). Terjadi akibat adanya gerakan udara yang panas dan
lembab keatas permukaan yang ingin. Udara akan didinginkan dari bawah dan
inverse permukaan terbentuk pendindinan lebih lanjut di lapisan inversi akan
menurunkan suhu udara sampai di bawah titik embun, sehingga proses-proses
kondensasi akan menghasilkan kabut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya kabut adveksi:
·
Udara yang bergerak panas dan lembab
·
Terdapat perbedaan suhu yang
mencolok antara udara yang bergerak dengan permukaan sehingga terbentuk inverse
di permukaan.
·
Kecepatan anginya sedang (8-12 knot)
agar perbedaan suhu dapat di pertahaankan dan percampuran turbulensi tidak
cukup kuat mengangkat kabut.
3.
Kabut Uap (steam fog). Terjadi karena adanya penguapan yang kuat dari permukaan
air panas yang bercampur kedalam udara yang lebih dingin dan akan mengakibatkan
terjadinya kondensasi yang lebih cepat terhadap uap air tersebut. Selanjutnya
uap jenuh tersebut akan mengisi udara dibawah lapisan inversi sebagai uap.
Karena proses ini mengakibatkan pemanasan yang kuat serta penambahan uap
kondensasi dari bawah, maka inversi yang kuat harus terbentuk beberapa jauh
diatas permukaan. Untuk mencegah patikel-partikel kabut agar tidak menghambur
kedalam udara yang lebih kering lagi kaut ini seperti bentuk awan-awan cumulus
saja dengan basis di air, dan sering terdapat ruangan yang cerah
dibawahnya.Kecepatan angina sedang (8-12 knot) agar perbedaan suhu dapat di
pertahankan dan percampuran turbulensi tidak cukup kuat mengangkat kabut.
4.
Kabut Lereng (Upslope Fog). Terjadi jika udara lembab naik secara lambat
sepanjang lereng pegunungan sehingga akan mengalami pendinginan secara adiatik.
Pada ketiggian tertentu udara yang dingin tersebut akan mengkondensasi sehingga
terbentuk kabut. Jika naiknya udara lembab tersebut terlalu cepat akan terjadi
turbulensi konvektif, yang menyebabkan terjadinya kondensasi pada lapisan yang
lebih tinggi, sehingga akan terbentuk awan stratus.
5.
Kabut Tekanan (Barometrik Fog). Terjadi jika distribusi tekanan suhu diatas
mengalami perubahan yaitu suatu lapisan udara lembab pada permukaan mengalami
penurunan tekanan barometrik, hasil pendinginan adiabatik dapat menghasilkan
kondensasi. Kejadian kabut ini sering terbentuk di lembah – lembah atau basin
yang berisi udara tetap.
6.
Kabut Percampuran (Mixing Fog). Terjadi jika udara yang
lembab panas bertemu dengan udara lembab yang dingin, maka percampuran di
daerah pertemuan dapat menghasilkan penjenuhan dan kondensasi. Jika pencampuran
ini terjadi di permukaan tanah dapat menghasilkan mixing fog. Umumnya terjadi di daerah front antara dua massa udara maritim.