Lintasan 16: Ternyata, Nyala Lilin



Sore itu,  tengah berkumpul serombongan mahasiswa dalam sebuah ruang perpustakaan. Mereka mencoba membuka kitab-kitab tebal karya Tipler, Giancoli dan sekutunya. Ada tugas yang harus diselesaikan, sehingga memaksa mereka memburu refrensi di ruangan kecil itu.

Terjadi percakapan antara seseorang yang sedang tumbuh menjadi aktivis dakwah dengan salah seorang temannya.

“Puasa kali ini sudah dapat berapa juz?” Dia bertanya dengan harapan, temannya tidak lebih baik darinya.

“Aku sudah mau khatam Dua kali,” jawabnya.

Dalam hati sang penanya, “Wuottt dia sudah mau khatam dua kali di hari ke-15, sedangkan aku belum khatam sama sekali?, Oh... tidaaak.”

“Wuah keren, kamu baca Al Qur’an nya berapa banyak setiap harinya,” tanyanya dengan membenarkan nada bicara, dan menyembunyikan rasa kecewa. Iya, kecewa karena dia ternyata tidak lebih buruk dari dirinya.

“Biasanya setelah sholat aku baca 1 juz, kalau setelah sahur kadang juga baca lagi. Kalau ga ngantuk he....”  Jawabnya dengan agak malu.

Jawaban itu bagaikan seolah memerahkan pipinya. Itu adalah tamparan keras yang mengenai tepat pipinya. Dia yang sedang bangga dan mulai berani menyematkan diri sebagai penerus risalah kenabian ternyata masih sangat buruk berinteraksi dengan Al Qur’an. Mencoba menyalakan semangat Ramadhan dalam hati orang lain, tapi nyatanya dia tak mampu menghidupkan Ramdhan untk dirinya sendiri. Owh... ternyata dia belum mampu menjadi matahari, baru mampu menjadi lilin untuk yang lainnya.

Orang yang telah dia remehkan ternyata lebih baik daripada dirinya. Sebuah pelajaran berharga untuknya hari itu. Sungguh, kita tidak pernah tahu siapa yang lebih mulia di hadapan Allah.
Read More

Lintasan 15: Mengeja... Itu Saja



Innasholati wa nusuki wa mayahya wa mamati lillahi rabbil 'alamin. Sesungguhnya sholat ku, ibadah ku, hidupku dan matiku hanya untuk Rabbil 'alamin.

Rabb, izinkan kami menyerahkan diri penuh pasrah dan tetap mendapat anugerah untuk bersimpuh di hadapan mu.

Rabb, izinkan kami menghamba dengan penghambaan yang sempurna dan paripurna.

Rabb, sungguh kami yakin Cinta-Mu tak bertepi, selalu ada untuk kami. Tapi terkadang kami tak merasakan hadirnya Cinta-Mu. Terlalu asik dengan nikmat dari Mu dan lalai bersyukur atas Mu.

Rabb, segala putusan dari Mu adalah yang terbaik untuk kami. Tapi terkadang, kami selalu merasa tak adil atas putusan Mu.

Wahai penguasa seluruh alam raya kini ada sekelompok manusia mencoba mencintai dan berserah diri kepada Mu. Ridha dengan ketentuan Mu, mencintai Mu sesuai dengan maqam-Mu.

Dengan segala cinta Mu maka itu cukup bagiku. Jika Engkau telah mencintai kami, maka itu sama arti seluruh isi bumi telah mencintai kami. Mampukan kami menjaga nyala Mu. Seluruhnya adalah untuk Mu.
Read More

Lintasan 14: Untukmu, Sahabatku yang Ada di Seberang




Mendekap nyala cahaya di tengah gulita. Memandang  padang pasir di sekitar angin yang mendesir. Ku bermimpi tentang tepian pantai dengan angin semilir, tapi nyatanya aku ada di tengah padang pasir. Mencoba merangkai makna untuk menggapai bahagia. Aku mulai menepi di gelap malam yang sepi, sepi dalam nyala api sunyi.

Termenung tentang akhir hidup. Termenung tentang pertemuan agung. Detik ini, aku masih tertatih mengeja jalan ke surga. Sedangkan sahabatku yang ada di seberang tengah berlari mengejarnya. Aku iri denganmu, sahabatku yang ada di seberang.

Telah tenang hatimu atas segala putusan, telah menang jiwamu atas egomu. Aku masih merintih, tertatih meminta kepada Yang Terkasih, agar aku tenang dengan segala putusan, agar aku mampu menundukkan egoku.

Saat air matamu seharga untaian jalan ke surga, air mataku hanyalah sia untuk menenangkan jiwa. Saat katamu mulai tertata meminta ampunan atas segala dosa, aku masih terbata untuk berkata.

Saat air matamu jatuh membaca rangakaian ayat cinta cari Tuhan, aku masih menangis karena membaca peta hidup yang tak begitu jelas. Saat kau telah berpasrah aku masih tak tentu arah.

Aku sangat iri denganmu, sahabatku yang ada di seberang. Kau telah menemukan jalan terang, dan aku masih meraba arah jalan pulang. Pulang kepada Rabb ku. Di sini aku masih belajar hidup untuk Yang Maha Hidup, dan kau telah benar-benar menyerahkan hidup pada-Nya. Semoga nyala imanku tak semakin meredup.

Aku ingin sepertimu, sahabatku yang ada di seberang.
Read More

Lintasan 13: Sudut Pandang



Gedung biru, tempat berkumpulnya orang-orang yang selalu bermimpi untuk negeri tembakau. Tempat dengan kata sambutan di depan pintu "One plan for all". Satu perencanaan untuk semua.Tempat dengan ritme bekerja sangat cepat dan selalu padat agenda rapat.

Pada bulan puasa ini di tempat ini, ada seseorang yang pekerjaannya menjadi lebih ringan dari hari-hari biasa. Dia adalah orang yang bertugas mengantarkan minuman setiap harinya. Saat puasa datang, aktivitas itu tidak pernah dia lakukan. Meski ada yang tidak berpuasa, mereka menghormati kawannya.

Pekerjaannya nampak sepele memang, hanya mengantar minuman ke setiap ruangan di pagi hari. Sore hari dia bertugas mengambil gelas. Tetapi, setelah menelisik lebih dalam tugasnya ternyata tidaklah semudah yang selalu dibayangkan kebanyakan orang.

Tangannya terkadang terasa sakit, karena dia harus membawa baki berisi gelas besar dengan air minum penuh. Dibawa naik ke lantai dua. Belum lagi permintaan dari satu orang dengan orang yang lain berbeda-beda. Ada yang mintanya teh setengah manis, teh tawar, teh muanis, air putih, atau sekadar menggunakan tutup gelas kesayangan. Kata beliau, “Saya harus menghafalkan permintaan dari masing-masing orang itu dalam waktu sehari.” Bagi orang pelupa, sangat tidak disarankan mengambil pekerjaan ini (bagi yang ngerasa ajah #melet ah)

Sepintas pekerjaan itu mudah, ya... sangat mudah. Hanya mengantarkan minuman ke seluruh penghuni kantor. Kemudian sore hari mengambil gelas-gelas kosong. Bisa jadi, seperti itu pula orang memandang pekerjaan kita. Pekerjaan yang sedang kita jalani begitu mudah dan menyenangkan. Padahal, mudah tidaknya sebuah pekerjaan tergantung cara pandang yang menjalankan. Senang atau tidaknya menjalankan tergantung bagaimana cara kita menikmati pekerjaan. Tidak ada pekerjaan yang mudah, yang ada adalah pekerjaan yang akan kita nikmati sehingga semuanya menjadi mudah.
Read More

Lintasan 12: Cara Mengetuk Pintu Langit-Nya



Pintu-pintu langit senantiasa terbuka, menerima segala pinta dari penghuni dunia. Rangkaian kata dalam bentuk doa didengar Sang Pencipta. Setiap keturunan Adam mempunyai berbagai macam cara yang berbeda dalam mengajukan permohonan kepada Tuhannya. Mereka meminta dengan cara sesuai kadar pemahaman yang dipunya. Selama di penghujung bulan doa ini ada beberapa jenis cara orang untuk meminta. Barangkali penuh pro dan kontra. Bagiku, yang penting tidak dicabut nikmat untuk berdoa.

Jenis orang pertama, dia akan meminta dengan memaksa. Sebagaimana doa nabi Muhammad saat perang badar al kubra. Dia meminta sampai sorbannya terjatuh, pundaknya gemetar. Beliau berdoa, “Jika Engkau tidak memberikan kemenangan kepada kami, maka tidak akan ada lagi manusia yang akan menyembah-Mu. Maka, berikanlah kemenangan kepada kami.” Memaksa dan mengancam *uuuh

Bentuk yang kedua adalah dengan merendahkan diri di hadapan Allah. Dia benar merasa sebagai hamba yang dhaif, lemah, dan tidak berdaya. Tidak akan mampu berbuat apa-apa tanpa campur tangan-Nya.

 Ada pula jenis berdoa yang ketiga, dia meminta dengan sangat detail kepada Tuhannya. Menyebutkan segala keinginannya dengan sangat rinci dari mulai jumlah, waktu.

Ada juga jenis keempat, yang dia tidak mau menyebutkan secara rinci doanya. Dia akan meminta secara garis besar untuk kehidupannya. Baginya, Allah lebih tau apa yang dia butuhkan melebihi dirinya sendiri.

Ada juga orang yang tidak pernah meminta untuk dirinya sendiri. Ini adalah jenis kelima. Dia selalu memintakan untuk orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia meyakini bahwa, saat dia meminta untuk orang lain maka, malaikat akan mendoakan hal yang sama untuk dirinya.

Selain itu, ada orang yang meminta dengan jenis keenam. Dia selalu mengungkapan syukur kepada Rabb-Nya. Misal, ketika mempunyai hajat dalam pilkada. Dia berkata,” Terimakasih ya Allah, karena Engkau telah memberiku kepercayaan untuk memimpin daerah ini.” Padahal, pemilihan belum juga berlangsung.

Yang terakhir atau yang ketujuh, ada manusia yang berdoa menggunakan tawasul atas kebaikan yang sudah pernah dia lakukan. Sebagaimana cerita 3 orang yang berada dalam goa. Masing-masing dari mereka menggunakan tawasul kebaikan yang dipunya.

Apapun caranya, semoga kita teta diberikan hidayah untuk selalu berdoa kepada Allah. Bukankah Allah pernah berfirman dalam surat Al Baqarah 186, “Jika mereka bertanya dimanakah Aku maka sesungguhnya Aku dekat, dan jika mereka memohon kepada Ku maka pasti akan Aku kabulkan.” Allah itu dekat, lebih dekat dari urat nadi kita. Yakinlah, Allah bersamamu dan selalu mendengarkan rintihan dan keinginanmu.
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.